Jl. Sultan Hadiwijaya No.08 Demak (0291)685013 dinpertanpangan@demakkab.go.id

ARTIKELKementerian PertanianTanaman Pangan dan Hortikultura

Pertanian Vertikal yang Heboh Itu

Melihat foto dan video tentang Pertanian Vertikal (Vertical Farming), kita seakan dibawa ke dunia lain dalam cerita fiksi. Namun ini bukan fiksi, melainkan nyata. Pertanian yang berlokasi di perkotaan, di gedung tinggi itu nyaris berbentuk gudang atau laboratorium raksasa yang dipenuhi lonjoran logam bertingkat-tingkat, memuat jutaan tanaman (kebanyakan sayuran daun) yang tersusun rapat, berwarna hijau dan subur.

Pertanian yang hampir keseluruhannya didukung oleh teknologi tinggi, dioperasikan oleh robot yang dikontrol komputer itu tidak menggunakan tanah. Cahaya matahari yang dipantulkan lewat cermin atau lampu khusus yang memungkinkan tanaman melakukan proses fotosintesa memenuhi ruangan. Pertanian yang tidak memerlukan tanah dan hemat air itu dikabarkan mampu memberikan hasil 400 kali lipat per satuan luasnya dibandingkan dengan pertanian konvensional.

Model pertanian sekarang yang menggunakan otomasi peralatan mesin-mesin raksasa dan drone untuk mengolah tanah, mengairi dan memanen seakan sudah menjadi kuno. Pertanian Vertikal mampu meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam tanah, air tetapi meningkatkan produktivitas secara spektakuler. Penggunaan energi yang besar kemungkinan sedikit berkurang dengan ditemukannya lampu LED. Produknya pun bersih, tidak ada bercak bekas serangan hama. Jadi, greenhouse yang dianggap model pertanian moderen yang masih jadi idola di negara-negara berkembang seakan sudah kadaluwarsa, menjadi lembaran sejarah pertanian masa lalu.

Tantangan pada masa depan memang luar biasa. Menurut FAO, saat ini dunia sudah menggunakan sekitar 80 persen dari lahan tersedia yang layak untuk ditanami, dan 15 persen di antaranya dalam keadaan rusak karena manajemen yang buruk. Pada tahun 2050, waktu yang tidak lama, hanya satu generasi lagi, populasi penduduk dunia akan mencapai 9.7 milyar jiwa, sehingga permintaan terhadap bahan pangan meningkat, sementara kondisi sumberdaya alam, tanah, air dan agroekologi terdegradasi lebih cepat karena perubahan iklim sehingga kemampuan alam untuk memproduksi semakin berkurang.  Hanya dalam kurun waktu 40 tahun, dunia telah kehilangan sepertiga lahan pertanian. Dari dari yang dilakuan untuk menanggulanginya, Pertanian Vertikal merupakan alternatif solusi. Betulkah?

Model pertanian yang disusun bertingkat, sering diintegrasikan dengan struktur gedung bertingkat dan perkantoran maupun perumahan ini praktis tidak menggunakan tanah, tetapi berupa hidroponik, aquaponik atau aeroponik. Kondisi iklimnya diatur menggunakan teknik bertani di dalam ruangan dengan lingkungan pertanian yang terkontrol atau Controlled Environment Agriculture (CEA), sehingga temperatur, cahaya, kelembaban diatur dengan otomasi berbagai peralatan canggih. Tidak mengherankan ketika memasuki “areal pertanian” ini terasa seperti berada di ruangan raksasa sebuah “pabrik tanaman sayuran”, yang bersih, teratur sebagaimana laiknya perkantoran.

Pertanian vertikal mendapat perhatian dunia dan banyak diulas oleh para pakar dan pembahas. Sebagian para ahli berpendapat pertanian model seperti ini adalah jawaban terhadap permasalah pangan global akibat meningkatnya kebutuhan pangan dan menurunnya kemampuan alam untuk memproduksinya. Sebagian lain berpendapat bahwa pertanian canggih ini tidak akan mampu memberi makan manusia di dunia. Upaya untuk memberi makan manusia di dunia harus lebih difokuskan ke upaya lain. Pertanian ini memerlukan peralatan canggih berbiaya mahal, dan memerlukan energi yang tinggi sehingga sudah pasti produknya akan menjadi mahal. Walaupun dipercaya bisa diproduksi di daerah perkotaan sehingga dekat dengan konsumen dan mengurangi biaya distribusi, model pertanian ini tidak akan berkembang dalam skala global. Dia mempunyai segmen tersendiri, yaitu produsen yang didukung investasi besar dan teknologi tinggi, serta konsumen yang mempunyai kemampuan ekonomi untuk akses ke produk tersebut.

Sebagian besar belahan dunia tidak akan mampu mengembangkan teknik produksi pertanian ini dengan efisien dan efektif untuk memberi makan manusianya. Pengusaha pertanian dan konsumennya mempunyai keterbatasan untuk akses ke teknologi canggih seperti ini. Dengan biaya yang lebih rendah manfaat pertanian bisa lebih tinggi dengan mengembangkan dripped irrigation, penggunaan teknologi biologis, pemanfaatan sumberdaya alam baru, mencari sumber pangan baru, sistem rendah input dan zero waste.

Di Indonesia, semua model pertanian mulai yang konvensional sampai dengan yang paling canggih mendapat tempat untuk berkembang. Masing-masing mendapat tempat untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, menggunakan teknologi yang paling tepat dan sasaran konsumen yang berbeda. Jangan dilupakan juga, di Indonesia sudah mulai ada gerakan masyarakat untuk beraktivitas di bidang pertanian skala rumahtangga non petani, memanfaatkan asset rumahtangga, yang ternyata memberikan hasil yang tidak bisa disepelekan. Secara total, gerakan ini mempunyai dampak yang luar biasa. Lagi pula persoalan makanan tidak bisa dipecahkan hanya dengan produksi tapi dengan juga diversifikasi konsumsi dan pola makan untuk memenuhi asupan nutrisi yang optimal.

Indonesia sudah mengembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan menggabungkan pertanian dengan kegiatan lain yang berfungsi ganda yang menghasilkan tidak hanya bahan pangan, tetapi kesehatan, keindahan, ketenangan jiwa, wisata dan lingkungan. Pertanian skala rumahtangga, termasuk di perkotaan (urban farming) di lahan sempit semakin berkembang dengan menggunakan teknologi hemat lahan dan hemat air, termasuk hidroponik dan pertanian vertikal. Wujudnya adalah pertanian yang multi fungsi yang indah dan menyejukkan. Kondisi yang sudah berkembang baik ini perlu terus dipupuk dan difasilitasi melalui kebijakan pemerintah yang tepat.

Jadi, pertanian moderen berteknologi tinggi kita dorong agar terus berkembang, didukung oleh kebijakan pemerintah untuk memberi kemudahan investasi dan kelancaran dunia usaha. Pertanian Vertikal berteknologi tinggi yang memerlukan kapital besar proses produksinya berbeda, sehingga memerlukan dukungan kebijakan yang berbeda pula. Prosesnya pun seakan proses pabrikasi, yang terkontrol tidak tergantung kepada perubahan musim dan serangan hama dan penyakit sehingga tidak terasa lagi seperti pertanian.

Tetapi para petani konvensional maupun petani kelas pekarangan di perkotaan jangan silau, kerjar teknologi terbaik, aplikasikan dengan cara terbaik yang inspiratif dan menggugah semangat. Fasilitasi pemerintah, melalui kebijakan pembangunan  pertanian, diperlukan untuk membantu mereka meningkatkan permodalan usaha, menjamin ketersediaan input dan kelancaran pemasaran dan distribusi produk yang adil, win-win bagi petani,  konsumen maupun pelaku usaha lain. Pertanian konvensional dengan teknologi bio dan budidaya akan terus berkembang, lagi pula sebagian besar bahan pangan belum bisa diproduksi dengan teknologi canggih seperti Vertical Farming. Teknologi canggih tersebut baru bicara sayuran, belum bicara bahan pangan lain sumber karbohidrat, protein dan lemak yang sangat kita perlukan.

Sumber: https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/horti/15581-Pertanian-Vertikal-yang-Heboh-Itu

Bagikan