Jl. Sultan Hadiwijaya No.08 Demak (0291)685013 dinpertanpangan@demakkab.go.id

ARTIKELKementerian PertanianTanaman Pangan dan Hortikultura

MENINGKATKAN DAYA SAING TANAMAN OBAT MELALUI KUR DAN SERTIFIKASI

Sampai saat ini tanaman obat yang meliputi jahe, kencur, kunyit dan temulawak, sangat dibutuhkan masyarakat sebagai penangkal Covid-19 yang masih merajalela di Indonesia maupun dunia. Hal ini dapat sebagai peluang bagi petani untuk mengembangkan tanaman obat tersebut, karena harga jualnya fantastis. Permasalahan yang dihadapi petani untuk mengembangkan tanaman obat tersebut, antara lain kekurangan modal dan mutunya  masih rendah sehingga daya saing rendah.

Permasalahan kekurang modal dapat diatasi dengan meminjam Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan mutu rendah dapat diatasi dengan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) sebagai syarat registrasi lahan dan sertifikasi produk untuk meningkatkan daya saing

KUR Tanaman Obat

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit modal kerja dan/atau investasi kepada debitur yang mempunyai usaha produktif dan layak serta belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Pinjaman KUR ada subsidi bunga dari Pemerintah, sehingga suku bunganya hanya 6% efektif per tahun. Pada tahun 2021, KUR menyediakan kredit untuk pengembangan usaha budidaya tanaman obat, meliputi jahe, kencur, kunyit dan temulawak.

Jumlah biaya KUR bagi petani tanaman obat disesuaikan dengan kebutuhan indikatif atau biaya usaha tani di lapangan untuk setiap komoditi. Komponen budidaya tanaman obat yang digunakan sebagai dasar besaran biaya kredit tersebut, yaitu benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, panen dan pascapanen, dan sertifikasi lahan. Setiap komoditi jumlah kredit berbeda, yaitu: jahe gajah Rp 56 juta, jahe emprit Rp 43 juta, jahe merah Rp 53 juta, kencur Rp 27 juta, kunyit Rp 20 juta, dan temulawak Rp 21 juta.

Salah satu syarat petani yang akan meminjam KUR harus menjadi anggota  kelompok usaha (kelompok Tani/Pokta, Gabungan Kelompok Tani/Gapoktan, Kelompok Usaha Bersama/KUBE, dan kelompok usaha lainnya. Syarat kelompok usaha penerima KUR, yaitu: 1) Usaha dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan mitra usaha; 2) Memiliki surat keterangan kelompok usaha yang diterbitkan oleh dinas/instansi terkait; 3) Pengajuan kredit melalui ketua kelompok usaha dengan jumlah sesuai yang diajukan oleh masing-masing anggota kelompok usaha; 4) Perjanjian kredit dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok usaha dengan Penyalur kredit; 5) Jika hasil penilaian atas pengajuan kredit oleh Penyalur membutuhkan agunan tambahan, maka dapat berasal dari asset kelompok usaha atau asset dari sebagaian anggota yang dapat dipertanggungjawabkan; dan 6) Kegagalan pembayaran angsuran kredit, ketua kelompok usaha mengkoordinir mekanisme tanggung renteng dari semua anggota.

Dokumen yang harus disiapkan oleh setiap petani anggota kelompok usaha untuk meminjam KUR, antara lain: 1) Identitas calon peminjam (e-KTP/Surat Keterangan Pembuatan e-KTP, Kartu Keluarga (KK) dan Surat Nikah (apabila sudah menikah); 2) NPWP (untuk KUR Kecil dengan pinjaman lebih besar dari Rp 50 juta); 3) Surat ijin usaha (SIUP, TDP, SITU, HO) atau keterangan usaha dari kelurahan/kecamatan atau surat ijin lainnya; dan 3) Cetakan rekening Bank dan Surat Keterangan Lunas kredit produktif (jika sebelumnya memiliki kredit produktif). Setelah dokumen-dokumen sudah lengkap, pengurus kelompok usaha pergi ke Bank BRI/ Bank BNI/ Bank Mandiri terdekat dengan membawa semua dokumen, bertemu dengan Petugas Bank yang menangai KUR, selanjutnya akan diproses Petugas Bank.

Bagi yang belum pernah meminjam KUR, sebelum mengajukan pinjaman, pengurus kelompok usaha bisa datang ke Bank terdekat meminta pihak Bank datang ke lokasi petani/kelompok usaha untuk sosialisasi tentang KUR. Bank akan melayani KUR mulai hari Senin sampai hari Jum’at. Perlu diketahui juga, prosedur dan syarat serta jenis dokumen KUR setiap Bank bisa berbeda, karena ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan sesuai kebijakan masing-masing Bank.

Sertifikasi Tanaman Obat

Produk tanaman obat (jahe, kencur, kunyit dan temulawak) akan mudah dijual dengan harga yang menguntungkan dan berkelanjutan, jika petani dapat bermitra dengan pengusaha tingkat tinggi, antara lain eksportir, pasar modern, dan industri. Kemitraan Pengusaha tersebut akan akan membeli poduk tanaman obat yang bermutu dan sehat (terutama terhindar dari bahan-bahan kimia) yang ditunjukkan dengan Sertifikasi Produk.

Sertifikasi produk tanaman obat diperoleh melalui proses panjang. Proses pertama, lahan untuk budidaya harus memenuhi persyaratan Good Agriculture Practices (GAP), artinya budidaya tanaman yang baik. GAP dinilai dari komponen kegiatan budidaya, dengan kriteria: dianjurkan untuk dilaksanakan, sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, dan wajib/harus dilksanakan. Contoh kegiatan yang wajib dilaksanakan untuk budidaya tanaman obat: lahan bebas dari pencemaran limbah/bahan berbahaya/beracun, benih tidak menggunakan bahan kimia, kotoran manusia tidak boleh untuk pupuk, dan lain-lain. Proses kedua, lahan yang digunakan budidaya dengan penerapan GAP, diberi nomor  Registrasi Lahan Usaha Tanaman Obat oleh Dinas Provinsi melalui Dinas Kabupaten. Proses ketiga, lahan yang telah diregistrasi siap dilakukan sertifikasi oleh OKKP/OKKPD, OKPO atau lembaga sertifikasi terakreditasi.

Uraian di atas merupakan arah untuk mengatasi masalah pengembangan tanaman obat yang masih dialami oleh banyak petani saat ini. Perlu ditindak lanjuti pembinaan oleh Penyuluh Pertanian di lapangan dalam hal membimbing petani  untuk memanfaatkan KUR dan menerapkan budidaya tanaman obat yang baik. Selamat mencoba.

Sumber: http://cybex.pertanian.go.id/artikel/97201/meningkatkan–daya-saing-tanaman-obat–melalui-kur-dan-sertifikasi/

Bagikan