MASTITIS, PENYAKIT TERNAK RUMINANSIA PERAH
October 10, 2022
Berbagai jenis penyakit berpotensi menyerang ternak. Untuk itu sudah seharusnyalah para peternak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan ternak peliharaannya. Kesehatan ternak sangat penting karena jika ternak tidak sehat akan menyebabkan banyak kerugian. Diantaranya: gangguan pertumbuhan, gangguan reproduksi, dan bahkan yang paling fatal kematian ternak itu sendiri. Dari sekian banyak penyakit ternak khususnya ruminansia perah, salah satu diantaranya adalah Radang Ambing (Mastitis).
Mastitis adalah istilah yang digunakan untuk radang yang terjadi pada ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun kronis, dengan kenaikan sel di dalam air susu dan perubahan fisik maupun susunan air susu, disertai atau tanpa adanya perubahan patologis pada kelenjar. Kerugian kasus mastitis antara lain : kehilangan produksi susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi dan kambing yang diculling. Penurunan produksi susu per kuartir bisa mencapai 30% atau 15% per sapi per laktasi, sehingga menjadi permasalahan besar dalam industri sapi dan kambing perah.
Penyebab. Saat periode kering adalah saat awal bakteri penyebab mastitis menginfeksi, karena pada saat itu terjadi hambatan aksi fagositosis dari neutrofil pada ambing. Berbagai jenis bakteri sebagai agen penyebab penyakit mastitis, antara lain Streptococcus agalactiae, Str. Disgalactiae, Str. Uberis, Str.zooepedermicus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenees dan Pseudomonas aeroginosa. Yeast dan fungi juga sering menginfeksi ambing, namun biasanya menyebabkan mastitis subklinis. Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama mastitis pada sapi dan kambing perah yang menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar akibat turunnya produksi susu. Disamping faktor mikroorganisme yang meliputi berbagai jenis, jumlah dan virulensinya, faktor ternak dan lingkungannya juga menentukan mudah tidaknya terjadi mastitis. Faktor predisposisi mastitis dilihat dari segi ternak, meliputi bentuk ambing. Misalnya ambing yang sangat menggantung, atau lubang puting terlalu lebar.
Faktor umur dan tingkat produksi susu sapi juga mempengaruhi kejadian mastitis. Semakin tua umur sapi dan semakin tinggi produksi susu, maka semakin mengendur pula spinchter putingnya. Puting dengan spincter yang kendor memungkinkan sapi mudah terinfekesi oleh mikroorganisme, karena fungsi spinchter adalah menahan infeksi mikroorganisme. Semakin tinggi produksi susu seekor sapi betina, maka semakin lama waktu yang diperlukan spinchter untuk menutup sempurna. Faktor bangsa sapi dan kambing juga mempengaruhi kejadian mastitis. Dilaporkan bahwa kejadian mastitis pada sapi dan kambing persilangan (Crossbreed) lebih besar daripada sapi dan kambing lokal. Faktor lingkungan dan pengelolaan juga sangat berpengaruh. Diantaranya faktor pakan, perkandangan, jumah ternak dalam satu kandang, ventilasi, sanitasi kandang dan cara pemerahan susu.
Gejala-gejala. Secara klinis mastitis dapat berlangsung secara akut, subakut dan kronik. Radang dikatakan bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing. Untuk yang bersifat akut, tanda-tanda radang jelas ditemukan, seperti: kebengkakan ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, menjadi pecah, bercampur endapan atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein. Proses yang berlangsung secara subakut ditandai dengan gejala sebagaimana di atas, namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu tubuh masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam suatu ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. Proses kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae.
Penularan. Penularan mastitis dari ternak satu ke yang lain dan dari quarter terinfeksi ke quarter normal bisa melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat.
Diagnosis. Pengamatan secara klinis adanya peradangan ambing dan puting susu, perubahan warna air susu yang dihasilkan. Uji lapang dapat dilakukan dengan menggunakan California Mastitis Test (CMT), yaitu dengan suatu reagen khusus. Diagnosis juga bisa dilakukan dengan Whiteside Test.
Pencegahan. Untuk mencegah infeksi baru oleh bakteri penyebab mastitis, maka perlu beberapa upaya, antara lain: (1) meminimalisasi kondisi-kondisi yang mendukung penyebaran infeksi dari satu sapi ke sapi lain dan kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi bakteri dan penetrasi bakteri ke saluran puting. Air susu pancaran pertama saat pemerahan hendaknya ditampung di strip cup dan diamati terhadap ada tidaknya mastitis. Perlu pencelupan atau diping puting dalam biosid 3000 IU (3,3 mililiter/liter air). Penggunaan lap yang berbeda disarankan untuk setiap ekor sapi/kambing, dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum digunakan; (2) Pemberian nutrisi yang berkualitas, sehingga meningkatkan resistensi ternak terhadap infeksi bakteri penyebab mastitis. Suplementasi vitamin E, A dan β-karoten serta imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan untuk menekan kejadian mastitis.
Pengobatan. Pengobatan mastitis sebaiknya menggunakan Lincomycin, Erytromycin dan Chloramphenicol. Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik intra mamaria bisa mengatasi mastitis. Injeksi kombinasi penicillin, dihydrostreptomycin, dexamethasone dan antihistamin dianjurkan juga. Antibiotik akan menekan pertumbuhan bakteri penyebab mastitis, sedangkan dexamethasone dan antihistamin akan menurunkan peradangan. Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih bisa diatasi dengan penicillin, karena streptococcus sp masih peka terhadap penicillin. Penggunaan antibiotik yang mungkin tidak selalu tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu adanya residu antibiotika dalam susu, alergi, resistensi serta mempengaruhi pengolahan susu. Mastitis subklinis yang disebabkan oleh bakteri gram positif juga makin sulit ditangani dengan antibiotik, karena bakteri ini sudah banyak yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotik.
Sumber: http://cybex.pertanian.go.id/artikel/99563/mastitis-penyakit-ternak-ruminansia-perah/
Recent Comments