Jl. Sultan Hadiwijaya No.08 Demak (0291)685013 dinpertanpangan@demakkab.go.id

BERITAKementerian Pertanian

PEMENUHAN DAGING MELALUI PENGEMBANGAN SAPI PESISIR

Sapi pesisir merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Provinsi Sumatera Barat. Sapi pesisir memiliki ciri khas yang tidak dipunyai oleh sapi dari bangsa lainnnya dan merupakan sumber daya genetik ternak Indonesia yang perlu dijaga dan dipelihara kelestariannya sehingga dapat memberikan manfaat dalam pemenuhan kebutuhan daging serta peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran peternak Indonesia.

Beberapa ciri spesifik sapi pesisir yaitu: 1) Warna : Tubuh dominan merah bata dengan variasi warna dari kekuningan, kecokelatan, sampai kehitaman; Kepala: bulu mata berwarna pirang; Garis punggung cokelat kehitaman; Kaki keputih-putihan; Ekor: rambut ekor berwarna hitam; 2) Bentuk tubuh kecil, mempunyai gumba dan gelambir kecil; 3) Bentuk tanduk kecil; 4) Bentuk telinga kecil, mengarah ke samping. Selain itu mudah beradaptasi dengan lingkungan dan cuaca serta daya tahan terhadap berbagai penyakit cukup baik.

Kendatipun berpenampilan kecil dan bobot badan lebih rendah dibanding sapi pada umumnya, namun sapi pesisir sangat produktif.  Hal ini diindikasikan dengan tingkat kelahiran tinggi dan kemampuan beradaptasi yang baik dengan lingkungan. Dengan ukuran kecil ini, sapi pesisir berpeluang dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy). Penampilan bobot badan yang kecil tersebut merupakan salah satu penciri suatu bangsa sapi, sehingga dapat dinyatakan bahwa sapi pesisir merupakan sapi khas Indonesia (terutama di Sumatera Barat) dan merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional yang perlu dikembangkan dan dilestarikan.

Sapi pesisir memiliki temperamen jinak sehingga mudah dipelihara. Bobot lahir sapi pesisir tidak jauh berbeda dengan bobot lahir sapi lokal lainnya, yakni rata-rata 14−15 kg/ekor. Seiring dengan pertumbuhannya, sapi pesisir jantan memiliki ratarata pertambahan bobot badan harian dari lahir sampai sapih sekitar 0,32 kg/hari, lepas sapih sampai umur 2 tahun 0,21 kg/ekor/hari, dan umur 3−4 tahun 0,12 kg/hari. Pertambahan bobot badan dari lahir sampai sapih pada sapi betina 0,26 kg/hari, lepas sapih sampai umur 2 tahun rata-rata 0,19 kg/hari, dan umur 3−4 tahun rata-rata 0,12 kg/hari. Persentase karkas sapi Pesisir adalah 50,6%, lebih tinggi daripada persentase karkas sapi Ongole (48,8%), sapi Madura (47,2%), sapi PO (45%) dan kerbau (39,3%), namun sedikit lebih rendah daripada persentase karkas sapi Bali (56,9%). Persentase karkas tersebut menunjukkan potensi sapi Pesisir sebagai penghasil daging dapat diperbandingkan dengan jenis sapi lain di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari peran penting sapi pesisir sebagai sumber daging bagi masyarakat khususnya di Sumatera Barat. Sebagai contoh, sebagian besar (75%) sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Padang adalah sapi Pesisir.

Teknologi budi daya untuk meningkatkan produktivitas sapi pesisir mencakup penerapan manajemen usaha ternak terpadu. Tindakan tersebut dimulai dari: 1) Pemilihan bibit atau bakalan unggul berdasarkan umur, ciri-ciri fisik, riwayat keturunan, dan kesehatan. 2) Manajemen perkandangan dengan teknologi kandang standar. 3) Manajemen pakan melalui introduksi hijauan makanan ternak unggul, pemanfaatan bahan pakan lokal dan hasil ikutan produk pertanian, sistem integrasi tanaman ternak, dan teknologi ransum seimbang berbasis low external input sustainable agriculture (LEISA). 4) Manajemen reproduksi dengan melakukan seleksi terhadap induk dan pejantan, mencegah terjadinya perkawinan keluarga (inbreeding), dan menerapkan teknologi IB. 5) Pencegahan dan pengendalian penyakit secara periodik, terutama penyakit menular, vaksinasi, pemberantasan vektor penyakit, menyiagakan petugas lapang (tenaga medis veteriner), serta melaporkan kejadian penyakit kepada petugas dan dinas peternakan setempat.

Sapi pesisir yang merupakan sapi lokal Sumatera Barat sangat berpotensi sebagai penghasil daging. Dengan bobot badan yang kecil sangat efisien dalam pemanfaatan ruang. Daya adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan pesisir yang miskin hijauan pakan membuka peluang sapi ini untuk dikembangkan di seluruh kawasan pesisir Indonesia. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui pemilihan bibit/ bakalan unggul, perbaikan manajemen kandang, mana jemen pakan gizi seimbang, perbaikan manajemen reproduksi, dan pengendalian penyakit (Inang Sariati).

Sumber: http://cybex.pertanian.go.id/artikel/97983/pemenuhan-daging-melalui-pengembangan-sapi-pesisir/

Bagikan

Recent Comments